Persiapan itu Wajib apalagi 'Mental'


Yossh..Cerita saya kali ini mengenai seberapa besar sih mental yang harus dipersiapkan untuk kuliah di luar negeri. Saya dahulu merupakan termasuk orang yang merencanakan sesuatu dari jauh hari namun terkadang suka lupa di tengah perjalanan sehingga persiapan yang dilakukan tidak matang secara sempurna. Bahasa umumnya yaitu tipe orang yang mengandalkan "The Power of Kepepet mpreet preet.:D". Tapi tetap berusaha untuk memperbaikinya kok... :)

Bermula dari dapatnya informasi penerimaan secara resmi dari portal DAAD (website untuk mendaftar beasiswa DAAD-informasi lengkapnya bisa diklik) pada tanggal 4 April 2016. Tak menyangka informasi bahagia itu bertepatan dengan hari ulang tahun saya (promo sedikit ya :)) dan pertemuan pertama pelatihan. Saya yang sedang ikut dalam program Beastudi Indonesia Prepatory School (BIPS) kaget dan lebih banyak bingungnya. Karena dengan demikian saya harus mempersiapkan berkas keberangkatan selama masa karantina di Parung, Bogor. Dengan izin yang cukup beralasan akhirnya semua itu bisa dilewati. Alhamdulillah sebelumnya sempat baca-baca bagaimana proses pengajuan visa dan sebagainya. Tapi karena terlalu jauh merencanakannya di dalam pikiran sehingga lupa ditengah jalan (bad habit). Akan tetapi, akhirnya semua berjalan dengan lancar. Visa dan tiket sudah ditangan dan tinggal berangkat.

Kejadian lainnya pun berlanjut ketika mendekati hari-H dimana bagaimana menggali informasi bagaimana kondisi kota tujuan, orang Indonesia di sana dan tips-tips lainnya. Sebenarnya sih sudah terpikirkan namun ya gitu deh. Bisa jadi pelupa dimasukkan ke dalam nama tengah saya. Jurus ampuh itu pun kembali digunakan dan berujung kepada ilmu learning by doing. Butuh mental yang kuat dengan yang namanya 'kebebasan', memilih makanan dan memahami peraturan. Kesal? pastinya dong! Ditambah dengan hal yang sudah terpikirkan dari jauh hari tapi justru tidak dilakukan. Akan tetapi yang lebih mengejutkan lagi ialah kejadian dengan model seperti ini hanya dialami oleh saya melainkan beberapa kalangan khsusunya yang baru lulus SMA kemudian pindah kesini.

Hampir satu tahun tinggal di sini memberikan banyak pelajar terhadap pentingnya persiapan mental. Cerita paling menjadi daya tarik saya adalah bagaimana melihat hidup mahasiswa S1 di sini. Bagi pelajar yang  yang menggunakan jasa konsultasi secara profesional biasanya ada program pembimbingan selama beberapa bulan sampai mereka memiliki tempat tinggal dan menetap. Seharusnya yang mengikuti program ini justru lebih siap dibandingkan yang mendafatar secara mandiri. Akan tetapi tidak 100% terjadi pada kenyataannya. Ada yang semua dari awal diurus secara mandiri mulai dari paspor, visa, belajar bahasa jerman, pendafataran kuliah melatih mental mereka menjadi jiwa yang mandiri. Namun ada juga yang mendapatkan bantuan dari jasa profesional memberikan mereka peluang untuk tahu informasi lebih banyak serta mereka menjadi siap terhadap segala peristiwa. Hal yang sangat disayangkan terjadi ketika mereka tidak diantara kedua kondisi tersebut dan itu ada. 

Mereka yang tidak mempersiapkan mental untuk tinggal jauh dari Indonesia membuat mereka sulit beradaptasi terhadap perbedaan budaya yang baru sehingga sulit pula untuk membuka diri dan berteman. Adapula yang terbawa suasana dengan 'indahnya' tinggal di Jerman dengan tanpa pengawasan dan peraturan yang berbeda dengan negara asal membuat mereka jatuh ke dalam lingkungan yang lupa akan tujuan asal mereka kuliah di Jerman. Jadi teringat pernah mendengar ada pepatah dari orang yang paling bijak (Rasulullah SAW) yang intinya "apabila kau berteman dengan penjual parfum, maka kau akan terciprat wanginya. Jika kau berteman dengan tukang besi kau akan terkena percikan apinya bahkan terkena bau asapnya" (HR Bukhari dan Muslim). Ya.. lingkungan pertemanan memberikan peran utama yang membentuk menjadi apa diri kita.

Kemudian, bagi mereka yang mereka yang termasuk kategori 'tidak enak' termasuk saya, hanya menyesal saja kah yang didapatkan? Tentunya tidak dong! harus ada tindak lanjutnya. Seperti yang pernah disebutkan dalam salah satu ayat di Al Qur'an. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. 94: 5-6). Jadi kesempatan untuk perbaikan diri selalu ada bagi siapa saja yang yakin akan ajaran yang tertulis dalam firman Allah SWT. "Orang udah disebutin dua kali kok masih gitu aje?". Jadi marilah kita selalu memperbaiki diri kita menjadi muslim yang beriman dan berbagi kebaikan untuk sesama.  Dan untuk yang ingin kuliah di luar negeri, persiapkan lah segala sesuatunya secara teratur, dari jauh hari dan segera laksanakan lah!. Kesiapan yang paling penting ialah kesiapan iman. Boleh kita berbaur tapi janganlah sampai kita melebur. Semoga bermanfaat.

Comments